MAU SUKSES ?
YA PASRAH.....
Oleh M. Musleh Adnan
Suatu hari pimpinan dari sebuah perusahaan ternama memanggil dua orang kepercayaannya, satu sama lain diberi tugas berbeda dengan gaji yang sama.
Bos perusahaan tersebut memberikan arahan kepada keduanya seraya berkata kepada A dan B ;
"Hari ini saya akan menentukan tugas kalian dan jumlah imbalan yang akan kalian terima, untuk kamu A saya pasrahkan mengurus administrasi keuangan di perusahaan ini dan untuk kamu B temani saya saja tidak usah kerja jangan menjauh dari saya tapi kamu tetap mendapat gaji yang sama seperti si A".
Kedua karyawan tersebut tidak ada yang berani membantahnya karena beresiko akan keluar surat peringatan (SP) malah akan berujung kepada pemecatan (resign).
Cerita ini sebenarnya hanyalah sebuah ilustrasi dari ungkapan hikmah Ibnu 'athaillah Al-Sakandary :
إرادَتُكَ التَّجْريدَ مَعَ إقامَةِ اللهِ إيّاكَ في الأسْبابِ مِنَ الشَّهْوَةِ الخَفيَّةِ، وإرادَتُكَ الأَسْبابَ مَعَ إقامَةِ اللهِ إيّاكَ فِي التَّجْريدِ انْحِطاطٌ عَنِ الهِمَّةِ العَلِيَّةِ
“Keinginanmu untuk tajrid (meninggalkan keinginan duniawi, termasuk mencari rezeki) padahal Allah telah menetapkan engkau pada asbab (usaha, dimana allah telah membekali manusia dengan sarana penghidupan), adalah termasuk dalam bisikan syahwat yang samar. Sebaliknya, keinginanmu untuk melakukan asbab padahal Allah telah menempatkanmu pada kedudukan tajrid, adalah suatu kemerosotan dari himmah (tekad spiritual) yang luhur.”
Rizki itu memang misteri sulit ditebak tidak mengikuti alur logika kadang hadirnya tak terjamah oleh logika (abstrak) dan kadang terasa mustahil (absurd) tapi nyata adanya.
Lebih jauh lagi Ibnu 'athaillah menjelaskan korelasi yang sangat kuat antara ibadah dan rizki dalam kitabnya Al-Mukhtashar al-munir fii tadbiir alrizqi yang diringkas oleh syaikh walid murod, beliau banyak sekali menyitir ayat qur'an untuk menguatkan pendapatnya, misalnya :
(وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ)
[Surat Adh-Dhariyat 22]
"Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan apa yang dijanjikan kepadamu".
Menurut ibnu 'athaillah ayat di atas bisa melahirkan dua kesimpulan :
Pertama, seakan-akan Allah ingin menyinggung manusia yang ingin memperoleh rizki dengan mengandalkan sesama manusia "wahai para pencari rizki dari mahluk yang lemah di bumi ! Rizki kalian tidak pernah ada pada selainKu karena Akulah satu-satunya Sang Penguasa yang memiliki kekuatan dan kekayaan tak terbatas".
Dan ketika mendengar firman tersebut manusia akan berkata "Maha Suci Allah, kami telah salah mencari rizki di bumi karena ternyata rizki tersebut berada di atas langit yang untuk meraihnya harus memohon kepada Dzat Yang Maha Luhur".
(وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ)
[Surat Al-Hijr 21]
"Dan tidak ada sesuatu pun, melainkan pada sisi Kamilah khazanahnya (kumpulan kekayaannya); Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu".
Kedua, bahwa asal rizki manusia semuanya bermula dan bersumber dari langit yaitu air hujan karena mayoritas mahluk yang hidup di planet bumi ini tercipta dari air.
Air menumbuhkan apa saja yang dibutuhkan oleh manusia, air jualah yang menjadikan manusia bisa beraktifitas normal karena Air merupakan komponen utama dalam sel tubuh, yakni sebanyak 60-70 persen. Beberapa organ tubuh pun mengandung air, seperti paru sebesar 90 persen, 82 persen pada darah, 80 persen padan kulit, 70 persen padan otak.
Sehebat-hebatnya manusia tidak akan bisa memenuhi kebutuhan air untuk dirinya apalagi untuk orang lain walaupun sudah ada teknologi yang digunakan untuk membuat hujan buatan yang disebut Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).
TMC digunakan untuk mempengaruhi proses yang terjadi di awan sebagai pembuat hujan. Sehingga mempercepat peluang terjadinya hujan, agar hujan buatan bisa terjadi kapan saja tanpa harus menunggu musim namun teknologi ini tak akan mampu menandingi keteraturan alam yang telah ditentukan Allah sejak azali.
Lebih spesifik lagi ibnu 'athaillah menyitir ayat yang sangat erat kaitannya dengan salah satu sebab lancarnya rizki, yakni :
(وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا ۖ لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَىٰ)
[Surat Ta-Ha 132]
"Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertakwa".
Ayat di atas oleh ibnu 'athaillah dipahami sebagai anjuran untuk manusia senantiasa melaksanakan perintah Allah tanpa reserve (syarat) dan Allah pasti akan menuangkan rizkiNya menurut kehendakNya, sebab ayat لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكَ ۗ oleh beliau di jelaskan "bagaimana mungkin kalian melelahkan diri berburu rizki tanpa berteduh dan pasrah kepada Pemilik rizki ? ".
Berangkat dari sekelumit pemikiran ibnu 'athaillah ini tergambar jelas bahwa pasrah dengan cara mendekatkan diri kepada Allah akan menghasilkan rizki yang diharap dan rizki dapat menjadikan hati lapang karena kaya itu bukan sebab tumpukan materi tapi kaya adalah kaya hati (nrimo lan legowo).
Dimanakah letak usaha manusia bila dihubungkan dengan penjelasan ibnu 'athaillah di atas ?
Beliau tidak menafikan usaha mencari rizki karena usaha mencari rizki yang halal telah dicontohkan oleh penerima titah kenabian yaitu Nabi Muhammad tapi usaha manusia hanyalah sebuah ikhtiar sedangkan penentunya tetaplah Allah swt sehingga ibnu 'athaillah memberikan solusi cerdas melanjutkannya dengan bingkai petuah berikutnya :
أَرِحْ نَفْسَكَ مِنَ التَّدْبيرِ فَما قامَ بِهِ غَيرُكَ عَنْكَ لا تَقُمْ بهِ لِنَفْسِكَ
Istirahatkanlah dirimu dari melakukan tadbir (mengatur urusan duniawi) dengan susah payah. Karena, sesuatu yang telah diurus untukmu oleh selain dirimu (sudah diurus oleh Allah), tidak perlu engkau turut mengurusnya.
No comments:
Post a Comment